Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pemberontakan DI/TII, AUI, dan Batalyon 462 di Jawa Tengah.

 Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah, AUI, dan Batalyon 426.


Latar Belakang DI/TII di Jawa Tengah.

    Pemberontakan Di/TII di Jawa Tengah awalnya hampir sama dengan DI/TII di Jawa Barat akibat perjanjian Renville daerah Pekalongan-Brebes-Tegal yang ditinggalkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan aparat pemerintahan. Terjadinya kekosongan kekuasaan di wilayah Jawa Tengah secara langsung Amir Fatah beserta pasukannya Hizbullah yang tidak bersedia atau menolak di TNI kan segera mengambil alih kekuasaan.

    Saat pasukan TNI kembali ke wilayah tersebut setelah Belanda melakukan agresi militer yang ke dua, sebenarnya telah terjadi kesepakatan antara Amir Fatah dan pasukannya dengan TNI. Amir Fatah bahkan diangkat sebagai koordinator pasukan di daerah operasi Tegal dan Brebes. Namun, ketegangan karena berbagai persoalan antara pasukan Amir Fatah dengan TNI sering timbul kembali. Amir Fatah pun semakin berubah pikiran setelah utusan Kartosuwiryo datang menemuinya lalu mangangkatnya sebagai Panglima DI/TII di Jawa Tengah.


    Ia bahkan kemudian ikut memproklamirkan berdirinya Negara Islam di Jawa Tengah. Sejak saat itu terjadi kekacauan dan konflik terbuka antara pasukan Amir Fatah dengan pasukan TNI. Tetapi, berbeda dengan DI/TII di Jawa Barat, perlawanan Amir Fatah tidak terlalu lama. Kurangnya dukungan dari penduduk membuat perlawanannya berhasil ditumpas. Pada bulan Desember 1951, ia menyerahkan diri dan menerima hukuman mati.

Pemberontakan Angkatan Bersenjata Umat Islam.


    Selain pemberontakan DI/TII Amir Fatah di Jawa Tengah, timbul pemberontakan lain yang dipimpin oleh Kiai Haji Machfudz atau yang dikenal dengan Kyai Sumolangu. Ia didukung oleh Laskar Bersenjata Angkatan Umat Islam (AUI) yang sejak didirikan memang berkeinginan menciptakan suatu negara Indonesia yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Meski Demikian, dalam perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan, awalnya AUI bahu membahu dengan TNI dalam menghadapi Belanda. Wilayah operasional AUI berada di Kebumen dan daerah sekitar pantai selatan Jawa Tengah.

    Namun, kerjasama antara AUI dengan TNI mulai pecah ketika pemerintah hendak melakukan demobilisasi AUI. Ajakan pemerintah untuk berunding ditolak secara mentah-mentah oleh Kyai Sumolangu. Pada akhir bulan juli 1950 Kyai Sumolangu melakukan pemberontakan selama sebulan penuh sebelum berhasil ditumpas oleh TNI. Ratusan pemberontak dinyatakan tewas dan sebagian besar berhasil di tawan. Sebagian lainnya melarikan diri dan bergabung dengan pasukan TII di Brebes dan Tegal.


    Akibat pemberontakan ini kehancuran yang diderita di Kebumen besar sekali. Ribuan rakyat mengungsi dan ratusan orang ikut terbunuh. Selain itu, desa-desa yang berada di Kebumen mengalami kerusakan yang cukup parah.

Pemberontakan Batalyon 426.


    Pemberontakan Darul Islam di Jawa Tengah lainnya juga dilakukan oleh Batalyon 426 dari Divisi Diponegoro Jawa Tengah pada bulan Desember 1951 yang dipimpin oleh Mayor Munawar dengan Kapten Sofjan. Ini adalah tentara Indonesia yang anggota-anggotanya berasal dari laskar Hizbullah. Simpati dan kerjasama dengan Darul Islam pun jadinya tampak karena Di/TII juga berbasis pasukan laskar Hizbullah. Cakupan wilayah gerakan Batalyon 426 dalam pertempuran dengan TNI adalah Kudus, Klaten, hingga Surakarta. Walaupun dianggap kuat dan berbahaya, namun hanya dalam beberapa bulan saja, pemberontakan Batalyon 426 ini berhasil ditumpas.

    Demikian penjelasan mengenai beberapa pemberontakan di Jawa Tengah akibat konflik ideologi, sekian dan terimakasih.

Post a Comment for "Pemberontakan DI/TII, AUI, dan Batalyon 462 di Jawa Tengah."