Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie.

 Masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie.

Masa Pemerintahan B.J. Habibie.

    Setelah Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada 21 Mei 1998, pada hari itu juga Wakil Presiden B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden RI ke-3 dibawah pimpinan Mahkamah Agung di Istana Negara. Dasar hukum pengangkatan Habibie adalah berdasarkan Tap MPR No. VII/MPR/1973 yang berisi "jika Presiden berhalangan, maka Wakil Presiden ditetapkan menjadi Presiden".

    Ketika habibie naik sebagai Presiden, Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi terburuk dalam waktu 30 tahun terakhir, disebabkan oleh krisis mata uang yang didorong oleh hutang luar negeri yang luar biasa besar sehingga menurunkan nilai rupiah menjadi seperempat dari nilai tahun 1997. Krisis yang telah menimbulkan kebangkrutan teknis terhadap sektor industri dan manufaktur serta sektor finansial yang hampir ambruk, diperparah oleh musim kemarau panjang yang disebabkan oleh El Nino, yang mengakibatkan turunnya produksi beras.

    Ditambah kerusuhan Mei 1998 telah menghancurkan pusat-pusat bisnis perkotaan, khususnya di kalangan investor keturunan China yang memainkan peran dominan dalam ekonomi Indonesia. Larinya modal, dan hancurnya peroduksi serta distribusi barang-barang menjadikan upaya pemulihan menjadi sangat sulit, hal tersebut menyebabkan tingkat inflasi yang tinggi.

    Penguduran diri Soeharto telah membebaskan sinergi sosial dan politik serta frustasi akibat tertekan selama 32 tahun terakhir, menciptakan perasaan senang secara umum akan kemungkinan politik yang sekarang tampak seperti terjangkau. Kalangan mahasiswa dan kelompok-kelompok pro demokrasi menuntut adanya demokratisasi sistem politik segera terjadi, meminta Pemilihan Umum segera dilaksanakan untuk memilih anggota Parlemen dan MPR, yang dapat memilih presiden dan wakil presiden baru. Disamping tuntutan untuk menyelenggarakan Pemilu secepat mungkin, pemerintah juga berada dibawah tekanan kuat untuk menghapuskan korupsi, kolusi dan nepotisme yang menandai Orde Baru.

    Tugas yang diemban oleh Presiden B.J. Habibie adalah memimpin pemerintahan transisi untuk menyiapkan dan melaksanakan agenda reformasi yang menyeluruh dan mendasar, serta sesegera mungkin mengatasi kemelut yang sedang terjadi. Naiknya B.J. Habibie ke singgasana kepemimpinan nasional diibaratkan menduduki puncak Gunung Merapi yang siap meletus kapan saja. Gunung itu akan meletus jika berbagai persoalan politik, sosial dan psikologis, yang merupakan warisan pemerintahan lama tidak diatasi dengan segera.

    Menjawab kritik-kritik atas dirinya yang dinilai sebagai orang yang tidak tepat menangani keadaan Indonesia yang sedang dilanda krisis yang luar biasa. B.J. Habibie berkali-kali menegaskan tentang komitmennya untuk melakukan reformasi di bidang politik, hukum, dan ekonomi. Secara tegas Habibie menyatakan bahwa kedudukannya sebagai presiden adalah sebuah amanat konstitusi. Dalam menjalankan tugasnya ini ia berjanji akan menyusun pemerintahan yang bertanggung jawab sesuai dengan tuntutan perubahan yang digulirkan oleh Gerakan Reformasi 1998. Pemerintahannya akan menjalankan reformasi secara bertahap dan konstitusional serta komitmen terhadap aspirasi rakyat untuk memulihkan kehidupan politik yang berdemokrasi dan meningkatkan kepastian hukum.

    Dalam pidatonya yang pertama pada tanggal 21 Mei 1998, malam harinya setelah dilantik sebagai presiden, pukul 19.30 WIB di Istana Merdeka yang disiarkan langsung melalui RRI dan TVRI, B.J. Habibie menyatakan tekadnya untuk melaksanakan reformasi. Pidato tersebut bisa dikatakan merupakan visi kepemimpinan Presiden B.J. Habibie guna menjawab tuntutan Reformasi secara cepat dan tepat.

    Beberapa poin penting dari pidatonya tersebut adalah kabinetnya akan menyiapkan proses reformasi di ketiga bidang, yaitu :
  1. Di bidang politik antara lain engan memperbarui berbagai perundang-undangan dalam rangka lebih meningkatkan kualitas berkehidupan berpolitik yang bernuansa pada Pemilu sebagaimana yang diamanatkan oleg Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
  2. Di bidang hukum antara lain meninjau kembali Undang-Undang Subversi.
  3. Di bidang ekonomi dengan mempercepat penyelesaian Undang-Undang yang menghilangkan praktik-praktik monopoli dan persaingan  yang tidak sehat.
    Disamping itu, pemerintah akan tetap melaksanakan semua komitmen yang telah disepakati dengan pihak luar negeri, khususnya dengan melaksanakan program reformasi ekonomi sesuai dengan kesepakatan IMF. Pemerintah akan tetap menjunjung tinggi kerjasama regional dan internasional, seperti yang telah dilaksanakan selama ini dan akan berusaha dalam waktu yang sesingkat-singkatnya akan mengembalikan dinamika pembangunan bangsa Indonesia yang dilandasi atas kepercayaan nasional dan internasional yang tinggi.

    Seperti yang dituturkan dalam pidato pertamanya, bahwa pemerintahannya akan berkomitmen pada aspirasi rakyat untuk memulihkan kehidupan ekonomi-sosial, meningkatkan kehidupan politik demokrasi dan menegakkan kepastian hukum. Maka fokus perhatian pemerintahan Presiden Habibie diarahkan pada 3 bidang tersebut.

A. Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan.

Kabinet B.J. Habibie.

    Sehari setelah dilantik, B.J. Habibie telah berhasil membentuk kabinet yang diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet Reformasi Pembangunan terdiri dari 36 Menteri, yaitu 4 Menteri Negara dengan tugas sebagai Menteri Koordinator, 20 Menteri Negara yang memimpin Departemen, dan 12 Menteri Negara yang memimpin tugas tertentu. Dalam Kabinet Reformasi Pembangunan tersebut terdapat sebanyak 20 orang yang merupakan Menteri pada Kabinet Pembangunan era Soeharto. Kabinet Reformasi Pembangunan terdiri dari berbagai elemen kekuatan politik dalam masyarakat, seperti dari ABRI, partai politik (Golkar, PPP, dan PDI), unsur daerah, golongan intelektual dari perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat.

    Untuk pertamakalinya sejak pemerintahan Orde Baru, Habibie mengikutsertakan kekuasaan sosial politik non Golkar, unsur daerah, akademisi, profesional, dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), sehingga diharapkan terjadi sinergi dari semua unsur kekuatan bangsa tersebut. Langkah ini semacam rainbow coalition yang terakhir kali diterapkan dalam Kabinet Ampera.

    Pada sidang pertama Kabinet Reformasi Pembangunan, 25 Mei 1998, Presiden B.J. Habibie memberikan pengarahan bahwa pemerintah harus mengatasi krisis ekonomi dengan 2 sasaran pokok, yakni tersedianya bahan makanan pokok masyarakat dan berputarnya kembali roda perekonomian masyarakat. Pusat perhatian Kabinet Reformasi Pembangunan adalah meningkatkan kualitas, produktifitas, dan daya saing ekonomi rakyat dengan memberi peran perusahaan kecil, menengah, dan koperasi, karena terbukti memiliki ketahanan ekonomi dalam menghadapi krisis.

    Menindaklanjuti tuntutan yang begitu kuat terhadap reformasi politik, banyak kalangan menuntut adanya amandemen UUD 1945. Tuntutan amandemen tersebut berdasarkan pemikiran bahwa salah satu sumber permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara selama ini ada pada UUD 1945. UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada presiden, tidak adanya check and balances system, terlalu fleksibel, sehingga didalam pelaksanaannya banyak disalahgunakan, pengaturan Hak Asasi Manusia yang minim dan kurangnya pengaturan mengenai Pemilu dan mekanisme demokrasi.

B. Sidang Istimewa MPR 1998.

Sidang Istimewa MPR 1998.

    Di tengah maraknya gelombang demonstrasi mahasiswa dan desakan kaum intelektual terhadap legitimasi pemerintahan Presiden B.J. Habibie, pada tanggal 10-13 November 1998,MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk menetapkan langkah yang dijanjikan pemerintah dalam menghadapi tuntutan keras dari mahasiswa dan gerakan reformasi telah terwujud dalam ketetapan-ketetapan yang dihasilkan MPR, antara lain :
  • Terbukanya kesempatan untuk mengamandemen UUD 1945 tanpa melalui referendum.
  • Pencabutan keputusan P4 sebagai mata pelajaran wajib (Tap MPR No. XVIII/MPR/1998).
  • Masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi hanya sampai 2 kali masa tugas, masing-masing lima tahun sesuai dengan Tap MPR No. XIII/MPR/1998.
  • Agenda reformasi politik meliputi Pemilihan Umum, ketentuan untuk memeriksa kekuasaan pemerintah, pengawasan yang baik dan berbagai perubahan terhadap Dwifungsi ABRI.
  • Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, mendorong kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan pers, kebebasan berserikat, dan pembebasan tahanan politik dan narapidana politik.

C. Reformasi di Bidang Politik.


    Sesuai dengan Tap MPR No. X/MPR/1998, Kabinet Reformasi Pembangunan telah berupaya melaksanakan sejumblah agenda politik, yaitu merubah budaya politik yang diwariskan oleh pemerintahan sebelumnya, seperti pemusatan kekuasaan, dilanggarnya prinsip-prinsip demokrasi, terbatasnya partisipasi politik rakyat, menonjolkan pendekatan represif yang menekankan keamanan dan stabilitas, serta terabaikannya nilai-nilai Hak Asasi Manusia dan prinsip supremasi hukum.

    Beberapa hal yang telah dilakukan oleh Presiden B.J. Habibie adalah :
  1. Diberlakukannya Otonomi Daerah yang lebih demokratis dan semakin luas. Dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, diharapkan akan meminimalisir ancaman disintegrasi bangsa. Otonomi daerah ditetapkan melalui Tap MPR No. XV/MPR/1998.
  2. Kebebasan berpolitik dilakukan dengan pencabutan pembatasan partai politik sebelumnya. Dengan adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik, pada pertengahan bulan Oktober 1998 sudah tercatat sebanyak 80 partai politik dibentuk. Menjelang Pemilihan Umum, partai parpol yang terdaftar mencapai 141 partai politik. Setelah diverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum menjadi sebanyak 95 partai dan yang berhak mengikuti Pemilihan Umum sebanyak 48 partai saja. Dalam hal kebebasan berpolitik, pemerintah juga mencabut larangan mengeluarkan pendapat, berserikat, dan berkumpul.
  3. Pencabutan ketetapan untuk meminta Surat Izin Terbit (SIT) bagi media massa cetak, sehingga media massa cetak tidak lagi khawatir dibredel melalui mekanisme pencabutan Surat Izin Terbit. Hal penting lainnya dalam kebebasan mengeluarkan pendapat bagi pekerja media massa adalah diberinya kebebasan untuk mendirikan organisasi-organisasi profesi. Pada era Soeharto, para wartawan diwajibkan menjadi anggota satu-satunya organisasi persatuan wartawan yang dibentuk oleh pemerintah. Sehingga para wartawan selalu merasa ditekan dan dikontrol oleh pemerintah.
  4. Dalam hal menghindarkan munculnya penguasa yang otoriter ddengan masa kekuatan yang tidak terbatas, diberlakukan pembatasan masa jabatan presiden. Seorang warga negara Indonesia dibatasi menjadi presiden sebanyak 2 kali masa jabatan dengan 5 tahun jabatan 1 periode.

D. Pelaksanaan Pemilihan Umum 1999.

Pemilihan Umum 1999.

    Pelaksanaan Pemilu 1999, bisa dikatakan sebagai salah satu hasil terpenting lainnya yang dicapai Presiden B.J. Habibie pada masa kepresidenannya. Pemilu 1999 adalah penyelenggaraan Pemilu multipartai yang diikuti sebanyak 48 parpol. Sebelum menyelenggarakan Pemilu yang dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU (Rancangan Undang-Undang) tentang partai politik, tentang Pemilu, dan tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.

    Setelah RUU disetujui oleh DPR dan disahkan menjadi UU (Undang-Undang), Presiden Habibie membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil partai politik dan wakil pemerintah. Hal yang membedakan Pemilu tahun 1999 dengan Pemilu sebelumnya kecuali 1955 adalah diikuti oleh banyak partai politik. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Dengan masa persiapan yang tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada Pemilu 1999 ini dapat dikatakan sesuai jadwal, 7 Juni 1999.

    Tidak seperti yang diprediksi dan dikhawatirkan oleh banyak pihak, ternyata Pemilu tahun 1999 bisa terlaksana dengan damai tanpa ada kekacauan yang berarti meski diikuti partai yang jauh lebih banyak, Pemilu kali ini juga mencatat masa kampanye yang relatif damai dibandingkan Pemilu sebelumnya.

    Berdasarkan laporan Komisi Pemilihan Umum (KPU), hanya 19 orang yang meninggal semasa kampanye, baik karena kekerasan maupun kecelakaan dibandingkan dengan 327 orang pada Pemilu tahun 1997 yang hanya diikuti oleh 3 partai politik. Ini juga menunjukkan rakyat kebanyakan lebih rileks melihat perbedaan. Pemilu tahun 1999, dinilai oleh banyak pengamat sebagai Pemilu yang paling demokratis dibandingkan 6 kali pelaksanaan Pemilu sebelumnya.

    Berdasarkan keputusan KPU, Panitia Pemilihan Indonesia (PPI), pada 1 September 1999, melakukan pembagian kursi hasil Pemilu. Hasil pembagian kursi itu menunjukkan 5 partai besar menduduki 417 kursi di DPR, atau 90,26% dari 462 kursi yang diperebutkan. PDI-P muncul sebagai pemenang Pemilu dengan meraih 153 kursi. Golkar dengan 120 kursi, PKB dengan 51 kursi, PPP 48 kursi, dan PAN 34 kursi.

E. Pelaksanaan Referendum Timor-Timur.

Referendum Timor-Timur.

    Satu peristiwa penting yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden Habibie adalah diadakannya referendum bagi rakyat Timor-Timur untuk menyelesaikan permasalahan Timor-Timur yang merupakan warisan pemerintahan Orde Baru. Harus diakui bahwa integrasiTimor-Timur (Tim-Tim) ke wilayah Republik Indonesia tahun 1975 yang dikukuhkan melalui Tap MPR No.VI/MPR/1978, atas kemauan sebagian rakyat Timor-Timur tidak pernah mendapat pengakuan internasional. Meskipun sebenarnya Indonesia tidak pernah mengkalim dan berambisi menguasai wilayah Tim-Tim. Banyak pengorbanan yang telah diberikan bangsa Indonesia, baik nyawa maupun harta benda, untuk menciptakan perdamaian dan pembangunan di Tim-Tim yang secara historis memang sering bergejolak antara yang pro integrasi dengan yang kontra. Subsidi yang diberikan pemerintah pusat bahkan melebihi dari apa yang diberikan kepada provinsi lainnya untuk mengejar ketertinggalan. Namun sungguh disesalkan bahwa segala upaya itu tidak pernah mendapat tanggapan yang positif, baik dilingkungan internasional maupun kalangan rakyat Timor Timur sendiri.

    Di berbagai forum internasional posisi Indonesia selalu dipojokkan. Sebanyak 8 Resolusi Majelis Umum PBB dan 7 Resolusi Dewan Keamanan PBB telah dikeluarkan. Indonesia harus menghadapi kenyataan bahwa untuk memulihkan citra Indonesia, tidak memiliki pilihan lain kecuali berupaya menyelesaikan masalah Timor-Timur dengan cara-cara yang dapat diterima oleh masyarakat internasional. Dalam perundingan Tripartit Indonesia menawarkan gagasan segar, yaitu otonomi yang luas bagi Timor-Timur. Gagasan itu disetujui oleh Portugis namun dengan prinsip yang berbeda, yaitu otonomi luas ini sebagai solusi antara (masa transisi antara 5-10 tahun) bukan solusi akhir seperti yang ditawarkan Indonesia. Pihak-pihak yang tidak menyetujui integrasi tetap menginginkan dilakukan Referendum, untuk memastikan rakyat Timor-Timur memilih otonomi atau kemerdekaan.

    Bagi Indonesia adalah lebih baik menyelesaikan masalah Timor-Timur secara tuntas, karena akan sulit mewujudkan pemerintahan Otonomi Khusus, sementara konflik terus berlarut-larut dan masing-masing pihak yang bertikai akan menyusun kekuatan untuk memenangkan referendum. Karena itu, melalui kajian yang mendalam dan setelah berkonsultasi dengan Pimpinan DPR dan Fraksi-fraksi DPR, pemerintah menawarkan alternatif lain. Jika mayoritas rakyat Timor-Timur menolak Otonomi luas dalam sebuah "jajak pendapat", maka adalah wajar dan bijaksana bahkan demokratis dan konstitusional, jika pemerintah mmengusulkan Opsi Kedua kepada Sidang Umum MPR, yaitu mempertimbangkan pemisahan Timor-Timur dari NKRI secara damai, baik-baik, dan terhormat.

    Rakyat Timor-Timur melakukan jajak pendapat pada 30 Agustus 1999 sesuai dengan persetujuan New York. Hasil jajak pendapat diumumkan PBB pada tanggal 4 September 1999, dengan perolehan suara 78,5% menolak bergabung ke NKRI dan 21,5% menerima bergabung ke NKRI. Setelah jajak pendapat ini, terjadi berbagai bentuk kekerasan, sehingga demi kemanusiaan Indonesia menyetujui percepatan pengiriman pasukan multinasional ke Timor-Timur.

    Sesuai dengan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, maka Presiden Habibie mengharapkan MPR berkenan membahas hasil jajak pendapat tersebut dan menuangkannya dalam ketetapan yang memberikan pengakuan terhadap keputusan rakyat Timor-Timur. Sesuai dengan perjanjian New York, ketetapan tersebut mengesahkan pemisahan Timor-Timur dari Indonesia secara baik, terhormat, dan damai untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah bagian dari masyarakat internasional yang bertanggungjawab, demokratis, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

F. Reformasi Bidang Ekonomi.

Reformasi Bidang Ekonomi

    Sesuai dengan Tap MPR tentang pokok-pokok reformasi yang menetapkan 2 arah kebijakan pokok di bidang ekonomi, yaitu penanggulangan krisis ekonomi dengan sasaran terkendalinya nilai rupiah dan tersedianya kebutuhan bahan pokok dan obat-obatan dengan harga terjangkau, serta berputarnya roda perekonomian nasional, dan pelaksanaan reformasi ekonomi.

    Kebijakan ekonomi Presiden B.J. Habibie dilakukan dengan mengikuti saran-saran dari Dana Moneter Internasional yang dimodifikasi dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia yang semakin memburuk. Reformasi ekonomi memiliki 3 tujuan utama, yaitu :
  1. Merestrukturisasi dan memperkuat sektor keuangan dan perbankan.
  2. Memperkuat basis sektor riil ekonomi.
  3. Menyediakan jaringan pengaman sosial bagi mereka yang paling menderita akibat krisis.
    Secara perlahan Presiden Habibie berhasil membawa perekonomian melangkah ke arah yang jauh lebih baik dibandingkan dengan keadaan ekonomi yang sangat buruk, ketika terjadinya pengalihan kepemimpinan nasional dari Soeharto kepada Habibie. Pemerintahan Presiden Habibie berhasil menurunkan laju inflasi dan distribusi kebutuhan pokok mulai kembali berjalan dengan baik. Selain itu, yang paling signifikan adalah nilai tukar rupiah mengalami penguatan secara stimulan hingga menyentuh Rp.6.700/US$ pada bulan Juni 1999. Padahal pada bulan yang sama tahun sebelumnya masih sekitar Rp.15.000/US$. Meski saat naiknya eskalasi politik menjelang Sidang Umum MPR rupiah sedikit melemah mencapai Rp.8.000/US$.

    Sesuai Tap MPR No.X/MPR/1998 tentang penanggulangan krisis di bidang sosial budaya yang terjadi akibat krisis ekonomi, pemerintah telah melaksanakan Program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Program Jaring Pengaman Sosial, terutama di bidang kesehatan dan pendidikan, telah banyak membantu masyarakat miskin dalam situasi krisis.

    Pada masa Presiden Habibie pembangunan kelautan Indonesia mendapat perhatian yang cukup besar. Pembangunan kelautan merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembangunan wilayah perairan Indonesia sebagai wilayah kedaulatan dan yurisdiksi nasional untuk didayagunakan dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan dan ketahanan bangsa Indonesia.

G. Reformasi di Bidang Hukum.


    Sesuai Tap MPR No.X/MPR/1998 reformasi di bidang hukum diarahkan untuk menanggulangi krisis dan melaksanakan agenda reformasi di bidang hukum yang sekaligus dimaksudkan untuk menunjang upaya reformasi di bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya.

    Keberhasilan menyelesaikan 68 produk perundang-undangan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu hanya dalam waktu 16 bulan. Setiap bulan rata-rata dapat dihasilkan sebanyak 4,2 Undang-Undang yang jauh melebihi produktivitas legislatif selama masa Orde Baru yang hanya tercatat sebanyak 4,07 Undang-Undang per tahun (0,34 per bulan).

    Untuk meningkatkan kinerja aparatur penegak hukum, organisasi kepolisian telah mengembangkan keberadaannya sehingga terpisah dari organisasi Tentara Nasional Indonesia. Dengan demikian, fungsi kepolisian negara dapat lebih terkait ke dalam kerangka sistem penegak hukum.

    Tekad untuk mengadakan reformasi menyeluruh dalam kehidupan nasional, telah berulang kali ditegaskan oleh Presiden B.J. Habibie bahwa Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar tertinggi negara yang selama ini seakan-akan disakralkan haruslah ditelaah kembali untuk disempurnakan sesuai dengan kebutuhan zaman. Penyempurnaan UUD 1945 dipandang penting untuk menjamin agar pemerintahan di masa-masa mendatang semakin mengembangkan sesuai dengan semangat demokrasi dan tuntutan ke arah perwujudan masyarakat madani yang dicita-citakan. Untuk itu, pada era pemerintahan Presiden B.J. Habibie Ketetapan MPR No.XI/MPRS/1978 mengenai keharusan dilakukannya referendum terlebih dahulu sebelum diberlakukannya amandemen terhadap UUD 1945. Dicabut.

H. Akhir Pemerintahan Presiden Habibie.


    Pada tanggal 1-21 Oktober 1999, diadakan Sidang Umum MPR hasil Pemilu tahun 1999. Tanggal 1 Oktober 1999, 700 anggota DPR/MPR periode 1999-2004 dilantik. Lewat mekanisme voting, Amien Rais dari Partai Amanat Nasional (PAN) terpilih sebagai Ketua MPR dan Akbar Tanjung dari Partai Golkar terpilih sebagai Ketua DPR. Pada tanggal 14 Oktober 1999, Presiden B.J. Habibie menyampaikan pidato pertanggungjawabannya di depan Sidang Umum MPR. Dalam pemandangan umum fraksi-fraksi atas pidato pertanggungjawabannya tanggal 15-16 Oktober 1999, dari 11 fraksi yang menyampaikan pemandangan umumnya, hanya 4 fraksi yang secara tegas menolak, sedangkan 6 fraksi lainnya masih belum menentukan putusannya. Kebanyakan fraksi memberikan catatan serta pertanyaan balik atas pertanggungjawaban Presiden Habibie itu. Pada umumnya masalah yang dipersoalkan adalah masalah Timor-Timur, Pemberantasan KKN, masalah ekonomi, dan masalah Hak Asasi Manusia.

    Setelah mendengarkan jawaban Presiden Habibie atas pemandangan umum fraksi-fraksi, MPR dalam sidangnya tanggal 20 Oktober 1999, dini hari akhirnya menolak pertanggungjawaban Presiden Habibie melalui proses voting. Tepat pukul 00.35 Rabu dini hari, Ketua MPR Amien Rais menutup rapat paripurna dengan mengumumkan hasil rapat bahwa pertanggungjawaban Presiden Habibie ditolak pada pagi harinya 20 Oktober 1999 pada pukul 08.30 di rumah kediamannya. Presiden Habibie memperlihatkan sikap kenegarawannya dengan menyatakan bahwa dia ikhlas menerima keputusan MPR yang menolak laporan pertanggungjawabannya. Pada kesempatan itu, Presiden Habibie juga menyatakan mengundurkan diri dari pencalonan presiden periode berikutnya.

    Tanggal 20 Oktober 1999, Rapat Paripurna ke-13 MPR dengan agenda pemilihan presiden dilaksanakan. Beberapa calon diantaranya Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, dan Yuzril Ihza Mahendra. Calon yang disebut terakhir menyatakan pengunduran dirinya beberapa saat menjelang dilaksanakannya voting pemilihan presiden. Lewat dukungan poros tengah (koalisi partai-partai Islam) Abdurrahman Wahid memenangkan pemilihan presiden melalui proses pemungutan suara. Ia mengungguli Megawati yang didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang notabene adalah pemenang Pemilu tahun 1999. Peristiwa ini mengakhiri kekuasaan Presiden Habibie yang hanya berlangsung singkat kurang lebih 17 bulan.

    Demikian penjelasan mengenai Masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie. Terimakasih sudah berkunjung ke blog saya.

Post a Comment for "Masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie."