Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pahlawan Nasional Frans Kaisiepo, Silas Papare, dan Mathen Indey.

 Pahlawan Nasional dari Papua.


    Tahukah kalian bahwa jumblah tokoh teladan yang diangkat oleh pemerintah sebagai pahlawan nasional hingga tahun 2014 berjumblah sebanyak 159 orang. Tidak sembarang orang secara resmi yang dapat menyandang gelar pahlawan nasional. Salah satu diantaranya adalah tokoh tersebut telah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan di bidang lainnya untuk mencapai/merebut/mempertahankan/mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.


    Untuk pahlawan dari daerah, kita akan mengambil hikmah para pejuang yang berasal dari wilayah paling timur Indonesia, yaitu Papua. Diantara mereka mungkin kalian ada yang belum mengenalnya, padahal sesungguhnya mereka mempunyai jasa yang sama dalam upaya memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tiga tokoh yang akan kita bahas disini, yaitu Frans Kaisiepo, Silas Papare dan Marthen Indey.

A. Pahlawan Nasional Frans Kaisiepo.


    Frans Kaisiepo (1921-1979) adalah salah satu tokoh yang mempopulerkan lagu Indonesia Raya di Papua pada saat menjelang Indonesia merdeka. Ia juga turut berperan dalam pendirian Partai Indonesia Merdeka (PIM) pada tanggal 10 Mei 1946. Pada tahun yang sama, Kaisiepo menjadi anggota delegasi Papua dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan, dimana ia sempat menyebut Papua (Nederlands Nieuw Guinea) dengan nama Irian yang konon diambil dari bahasa Biak dan berarti daerah panas.

    Namun, kata Irian tersebut malah diberinya pengertian lain :"Ikut Republik Indonesia Anti Nederlands". (Kemensos, 2013). Dalam konferensi ini, Frans Kaisiepo juga menentang pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT) karena NIT tidak memasukkan Papua ke dalamnya. Ia lalu mengusulkan agar Papua dimasukkan kedalam Keresidenan Sulawesi Utara.

    Tahun 1948, Kaisiepo ikut berperan dalam merancang pemberontakan rakyat Biak melawan pemerintahan kolonial Belanda. Setahun setelahnya, ia menolak menjadi ketua  delegasi Nederlands Nieuw Guinea ke Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Konsekuensi atas penolakannya adalah selama beberapa tahun ia dipekerjakan oleh pemerintah kolonial di distrik-distrik terpencil Papua. Tahun 1961, ia mendirikan Partai politik Irian Sebagian Indonesia (ISI) yang menuntut penyatuan Nederlands Nieuw Guinea membantu para tentara pejuang Trikora (Tri Komando Rakyat) saat menyerbu Papua.

    Paruh tahun terakhir tahun 1960-an, Kaisiepo berupaya agar Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) bisa dimenangkan oleh masyarakat yang ingin Papua bergabung ke Indonesia. Proses tersebut akhirnya menetapkan Papua menjadi bagian dari Negara Republik Indonesia.

B. Pahlawan Nasional Silas Papare.


    Silas Papare (1918-1978) membentuk Komite Indonesia Merdeka (KIM) hanya sekitar sebulan setelah Indonesia merdeka. Tujuan KIM yang dibentuk bulan September 1945 ini adalah untuk menghimpun kekuatan dan mengatur gerak langkah perjuangan dalam membela dan mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945. Bulan Desember tahun yang sama, Silas Papare bersama dengan Marthen Indey dianggap mempengaruhi Batalyon Papua bentukan sekutu untuk memberontak terhadap Belanda. Akibatnya, mereka berdua ditangkap Belanda dan dipenjara di Holandia (Jayapura).

    Setelah keluar dari penjara, Silas Papare mendirikan Partai Kemerdekaan Irian. Karena Belanda tidak senang, ia kemudian ditangkap dan kembali di penjara, kali ini di Biak. Partai ini kemudian diundang pemerintah RI ke Yogyakarta. Silas Papare yang sudah bebas pergi kesana bersama dengan teman-temannya yang membentuk badan perjuangan Irian di Yogyakarta.

    Sepanjang tahun 1950-an ia berusaha keras agar Papua menjadi bagian dari Republik Indonesia. Tahun 1962 ia mewakili Irian Barat duduk sebagai anggota delegasi RI dalam perundingan New York antara Indonesia-Belanda dalam upaya penyelesaian masalah Papua. Berdasarkan "New York Agreement" ini, Belanda akhirnya menyetujui mengembalikan Papua ke Indonesia.

C. Pahlawan Nasional Marthen Indey.


    Marthen Indey (1912-1986). Sebelum Jepang masuk ke Indonesia, ia adalah seorang polisi Hindia Belanda. Namun jabatan ini bukan berarti melunturkan sikap nasionalismenya. Keindonesiaannya yang ia miliki justru semakin tumbuh tatkala ia kerap berinteraksi dengan tahanan politik Indonesia yang dibuang Belanda ke Papua. Ia bahkan pernah berencana bersama anak buahnya untuk memberontak kepada Belanda di Papua, namun diketahui Belanda dan rencananya pun gagal.

    Antara tahun 1945-1947, Indey masih menjadi pegawai pemerintah Belanda dengan jabatan sebagai Kepala Distrik. Meski demikian, bersama-sama kaum nasionalis di Papua, secara sembunyi-sembunyi ia malah menyiapkan pemberontakan. Tetapi sekali lagi pemberontakan ini gagal dilaksanakan.


    Sejak tahun 1946, Marthen Indey menjadi Ketua Partai Indonesia Merdeka (PIM). Ia lalu memimpin sebuah aksi protes yang didukung delegasi 12 Kepala Suku terhadap keinginan Belanda yang ingin memisahkan Papua dari Indonesia. Indey juga mulai terang-terangan menghimbau anggota militer yang bukan orang Belanda agar melancarkan perlawanan terhadap Belanda. Akibat aktivitas politiknya yang kian berani, pemerintah Belanda menangkap dan memenjarakan Indey.

    Tahun 1962, saat Marthen Indey sudah bebas dari penjara, ia menyusun kekuatan gerilya sambil menunggu kedatangan Tentara Indonesia yang akan diterjunkan ke Papua dalam rangka Operasi Trikora. Saat perang usai, ia berangkat ke New York untuk memperjuangkan masuknya Papua ke wilayah Indonesia, di PBB hingga akhirnya Papua (Irian) benar-benar menjadi bagian Republik Indonesia.

    Demikian penjelasan mengenai ketiga Pahlawan Nasional dari Papua. Perjuangan yang sangat hebat dari para tokoh perjuangan untuk mempersatukan bangsa Indonesia. Sekian dan terimakasih telah mengunjungi blog saya.

Post a Comment for "Pahlawan Nasional Frans Kaisiepo, Silas Papare, dan Mathen Indey."