Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pembebasan Irian Barat dari Belanda.

 Pembebasan Irian Barat dari Belanda.


    Salah satu isu politik luar negeri yang terus menjadi pekerjaan rumah kabinet RI adalah masalah Irian Barat. Wilayah ini telah menjadi bagian RI yang diproklamasikan sejak 17 Agustus 1945. Akan tetapi dalam perundingan KMB tahun 1950 masalah penyerahan Irian Barat ditangguhkan satu tahun dan berhasil dicapai dalam suatu kompromi pasal di Piagam Penyerahan Kedaulatan yang berbunyi :

"Mengingat kebulatan hati pihak-pihak yang bersangkutan hendak mempertahankan asas supaya semua perselisihan yang mungkin ternyata kelak atau timbul diselesaikan dengan jalan patut atau rukun, maka status quo Irian (New Guinea) tetap berlaku seraya ditentukan bahwa dalam waktu setahun sesudah tanggal penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Nederland". (Piagam penyerahan Kedaulatan, dalam Notosoetardjo, Dokumen-dokumen Konperensi Medja Bundar : Sebelum, Sesudah, dan Pembubarannya, Pustaka Endang, 1956).

A. Latar Belakang Pembebasan Irian Barat.

B. Upaya Pembebasan Irian Barat.


    Upaya yang dilakukan sesuai dengan piagam penyerahan kedaulatan adalah melalui konferensi uni yang dilakukan secara bergilir di Jakarta dan di Belanda. Namun upaya penyelesaian secara bilateral ini telah mengalami kegagalan dan pemerintah Indonesia mengajukan permasalahan ini ke Sidang Majelis Umum PBB. Namun upaya-upaya diplomasi yang dilakukan di forum PBB terus mengalami kegagalan. Indonesia pun kemudian mengambil jalan diplomasi aktif dan efektif yang puncaknya dilakukannya Konferensi Asia Afrika. Langkah ini cukup efektif dalam menggalang kekuatan dalam memaksa Belanda melunakkan sikapnya dan mau berunding bilateral untuk menyelesaikan permasalahan Irian.

    Karena jalan damai yang telah ditempuh selama satu dasa warsa tidak berhasil mengembalikan Irian Barat, pemerintah Indonesia memutuskan untuk menempuh jalan lain. Upaya ini telah dilakukan Indonesia sejak tahun 1957, jalan lain yan dilakukan adalah melancarkan aksi-aksi pembebasan Irian Barat, dimulai dari pengambilalihan semua perusahaan milik Belanda di Indonesia oleh kaum buruh. Untuk mencegah anarki, KSAD, Nasution, mengambil alih semua perusahaan milik Belanda dan menyerahkannya kepada pemerintah. Hal ini mengakibatkan hubungan Indonesia dengan Belanda semakin memuncak ketegangan pada 17 Agutus 1960, ketika Indonesia memutuskan hubungan politik dengan pemerintah kerajaan Belanda.


    Setelah upaya merebut kembali Irian Barat dengan diplomasi dan konfrontasi politik dan ekonomi tidak berhasil, maka pemerintah Indonesia menempuh cara lainnya melalui jalur konfrontasi militer. Dalam rangka persiapan kekuatan militer untuk merebut kembali Irian Barat, Pemerintah Indonesia mencari bantuan senjata ke luar negeri. Pada awalnya usaha ini dilakukan kepada negara-negara Blok Barat, khususnya Amerika Seriakt, anmun tidak membawa hasil yang memuaskan. Kemudian upaya ini dialihkan ke negara-negara Blok Timur (komunis), terutama Uni Sovyet.

    Belanda mulai menyadari bahwa jika Irian Barat tidak diserahkan ke Indonesia secara damai, maka Indonesia akan menempuh dengan kekuatan militernya. Melihat perkembangan persiapan militer Indonesia, Belanda mengajukan nota protes kepada PBB bahwa Indonesia akan melakukan agresi militer. Belanda kemudian memperkuat kedudukannya di Irian Barat dengan mendatangkan bantuan dengan mengerahkan kapal perangnya ke perairan Irian, diantaranya adalah kapal induk Karel Doorman.

C. Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat).


    Perebutan kembalinya Irian Barat merupakan suatu tuntutan konstitusi, sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, 17 Agutus 1945. Oleh karena itu, segala upaya telah dilakukan dan didukung oleh semua kalangan baik kalangan politisi maupun militer. Oleh karena itu, dalam rangka perjuangan pembebasan Irian Barat, Presiden Soekarno, pada tanggal 19 Desember 1961, didepan rapat raksaa di Yogyakarta, mengeluarkan suatu komando untuk berkonfrontasi secara militer dengan Belanda yang disebut dengan Trikora (Tri Komando Rakyat). Isi dari Trikora tersebut adalah,
  1. Gagalkan pembentukan negara bonke Papua buatan Belanda.
  2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat.
  3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
    Dengan dideklarasikannya Trikora mulailah konfrontasi total terhadap Belanda di Papua. Langkah pertama yang dilakukan oleh Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1962 tertanggal 2 Januari 1962 tentang Pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat di bawah Komando Mayor Jenderal Soeharto.

    Sebelum Komando Mandala menjalankan fungsinya, unsur militer Indonesia dari Kesatuan Motor Torpedo Boat, telah melakukan penyusupan ke Irian Barat. Namun upaya ini diketahui oleh Belanda sehingga terjadi pertempuran yang tidak seimbang di Laut Aru antara kapal-kapal boat Indonesia dengan Belanda. Naas Kapal MTB Macan Tutul, berhasil ditembak Belanda sehingga kapal terbakar dan tenggelam.

    Peristiwa ini memakan korban Komodor Yos Sudarso, Deputy KSAL dan Kapten Wiratno yang gugur bersamaan dengan tenggelamnya MTB Macan Tutul.

    Pemerintah Belanda pada awalnya menganggap enteng kekuatan militer di bawah Komando Mandala. Belanda menganggap bahwa pasukan Indonesia tidak akan mampu melakukan infiltrasi ke wilayah Irian. Namun ketika operasi infiltrasi Indonesia berhasil merebut dan menduduki kota Teminabuan, Belanda terpaksa kembali untuk duduk berunding guna menyelesaikan masalah Irian. Tindakan Indonesia membuat para pendukung Belanda di PBB menyadari bahwa tuntutan pimpinan Indonesia bukan suatu yang main-main.

D. Perjanjian New York.


    Disisi lain pemerintah Amerika Serikat juga menekan pemerintah Belanda untuk kembali berunding, agar Amerika Serikat dan Uni Sovyet tidak terseret dalam suatu konfrontasi langsung di Pasifik Barat Daya. Amerika Serikat juga punya kepentingan dengan kebijakan politik luar negerinya untuk membendung arus komunis diwilayah ini. Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1962 ditandatanganinya perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Belanda di New York, yang dikenal dengan Perjanjian New York.


    Hal pokok dari perjanjian itu adalah penyerahan pemerintahan di Irian dari pihak Belanda ke PBB. Untuk kepentingan ini kemudian dibentuklah United Nation Temporary Excecutive Authorary (UNTEA) yang kemudian akan menyerahkan Irian Barat ke pemerintah Indonesia sebelum tanggal 1 Mei 1963. Berdasarkan perjanjian New York, pemerintah Indonesia memilik kewajiban untuk menyelenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Irian Barat sebelum akhir 1969 dengan ketentuan kedua belah pihak harus menerima apapun hasil dari pepera tersebut.

    Tindak lanjut berikutnya adalah pemulihan hubungan Indonesia-Belanda yang dilakukan pada tahun 1963 dengan membuka kembali kedutaan Belanda di Jakarta dan Kedutaan Indonesia di Den Haag.

    Sesuai dengan perjanjian New York, pada tanggal 1 Mei 1963 secara resmi dilakukan penyerahan kekuasaan pemerintahan Irian Barat dari UNTEA kepada pemerintah Republik Indonesia di Kota Baru/Holandia/Jayapura. Kembalinya Irian ke pangkuan RI berakhirlah perjuangan memperebutkan Irian Barat.

    Sebagai tindak lanjut dari perjanjian New York, pemerintah Indonesia melaksanakan tugas untuk melaksanakan Act Free Choice/Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Pemerintah Indonesia menjalankan dalam 3 tahap. Tiga tahap ini sukses dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan hasil dari Pepera kemudian dibawa oleh Duta Besar Ortiz Sanz ke New York untuk dilaporkan ke Sidang Umum Dewan Keamanan PBB. Pada tanggal 19 November 1969, Sidang Umum PBB ke-24 menerima hasil Pepera yang telah dilakukan Indonesia karena sudah sesuai dengan isi perjanjian New York. Sejak saat itu Indonesia secara de jure dan de facto memperoleh kembali Irian Barat sebagai bagian dari NKRI.

E. Pidato Soekarno tentang "Membangun Dunia Kembali".


    Presiden Soekarno dalam pidatonya tanggal 30 September 1960 didepan Sidang Majelis Umum PBB menegaskan kembali sikapnya tentang upaya mengembalikan Irian Barat ke pangkuan RI. Dalam pidatonya yang berjudul Membangun Dunia Kembali, Soekarno menegaskan bahwa,

"Kami telah berusaha untuk menyelesaikan masalah Irian Barat. Kami telah berusaha dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh kesabaran dan penuh toleransi dan penuh harapan. Kami telah berusaha untuk mengadakan perundingan-perundingan bilateral..... Harapan lenyap, kesabaran hilang; bahkan toleransi pun mencapai batasnya. Semuanya itu kini telah habis dan Belanda tidak memberikan alternatif lainnya, kecuali memperkeras sikap kami." (Sketsa Perjalanan Bangsa Berdemokrasi, Depkominfo, 2005).

    Pidato Presiden Soekarno itu, membawa dampak terhadap dibuka kembalinya perdebatan Irian Barat di PBB. Usulan yang muncul dari perdebatan itu adalah agar pihak Belanda menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada Republik Indonesia. Penyerahan ini dilakukan melalui PBB dalm kurun waktu 2 tahun. Usulan ini datang dari wakil Amerika Serikat di PBB, Ellsworth Bunker. Usulan itu secara prinsip disetujui oleh pemerintah Indonesia namun dengan waktu yang singkat. Sedangkan pemerintah Belanda lebih menginginkan membentuk negara Papua terlebih dahulu. Keinginan pemerintah Belanda ini disikapi Presiden Soekarno dengan "Politik Konfrontasi disertai dengan uluran tangan. Palu Godam disertai dengan ajakan bersahabat".

    Demikian penjelasan mengenai Pembebasan Irian Barat dari Belanda. Terimakasih sudah berkunjung.

    

Post a Comment for "Pembebasan Irian Barat dari Belanda."