Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pemilihan Umum tahun 1955 Kabinet Burhanuddin Harahap.

Pemilihan Umum tahun 1955 Kabinet Burhanuddin Harahap.


    Pelaksaan pemilihan umum tahun 1955 bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam parlemen dan dewan Konstituante. Pemilihan Umum ini diikuti oleh partai-partai politik yang ada serta oleh kelompok perorangan. Pemilihan ini sebenarnya sudah dirancang sejak Kabinet Ali Sastroamidjoyo I (31 Juli - 12 Agustus 1955) dengan membentuk Panitia Pemilihan Umum Pusat dan Daerah pada 31 Mei 1954. Namun, pemilihan umum tidak jadi dilaksanakan pada masa Kabinet Ali Sastroamidjoyo karena terlanjur jatuh. Kabinet pengganti Ali yang berhasil menjalankan Pemilihan Umum adalah Kabinet Buhanuddin Harahap.

    Pelaksanaan Pemilihan Umum pertaman dibagi dalam 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 kabupaten, 2139 kecamatan, dan 43.429 desa. Pemilihan Umum 1955 dilaksanakan dalam 2 tahap. Tahap pertama untuk memilih anggota parlemen yang dilaksanakan pada 29 September 1955 dan tahap ke dua untuk memilih Dewan Konstituante (Badan Pembuat Undang-Undang Dasar) dilaksanakan pada 15 Desember 1955. Pada Pemilu pertama ini, 39 juta rakyat Indonesia memberikan suaranya di kotak-kotak suara.


    Pemilihan umum 1955 merupakan tonggak demokrasi pertama di Indonesia. Keberhasilan penyelenggaraan Pemilu ini menandakan telah berjalannya demokrasi di kalangan rakyat. Rakyat telah menggunakan hak pilihnya untuk memilih wakil-wakil mereka. Banyak kalangan yang menilai bahwa Pemilihan Umum 1955 merupakan pemilu yang paling demokratis yang dilaksanakan di Indonesia.

    Presiden Soekarno dalam pidatonya di Istana Negara dan Parlemen pada 17 Agustus 1955 menegaskan bahwa "pemilihan umum jangan diundurkan barang sehari pun, karena pada pemilihan umum itulah rakyat akan menentukan hidup kepartaian kita yang tidak sewajarnya lagi, rakyatlah yang menjadi hakim". Penegasan ini dikeluarkan karena terdapat suara-suara yang meragukan terlaksananya pemilu sesuai dengan jadwal semula.

    Dalam proses pemilihan umum 1955 terdapat 100 partai besar dan kecil yang mengajukan calon-calonnya untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan 82 partai besar dan kecil untuk anggota Dewan Konstituante. Selain itu, masih ada 86 organisasi dan perseorangan akan ikut dalam pemilihan umum. Dalam pendaftaran pemilihan tidak kurang dari 60% penduduk Indonesia yang mendaftarkan namanya (kurang lebih 78 juta), angka yang cukup tinggi yang ikut dalam pesta demokrasi yang pertama. (Feith, 1999).

    Pemilihan umum untuk anggota DPR dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955. Hasilnya diumumkan pada 1 Maret 1956. Urutan perolehan suara terbanyak adalah PNI, Masyumi, Nahdatul Ulama, dan PKI. 4 Perolehan suara terbanyak memperoleh kursi sebagai berikut :
  1. PNI dengan 57 kursi.
  2. Masyumi dengan 57 kursi.
  3. Nahdatul Ulama dengan 45 kursi.
  4. PKI dengan 39 kursi.
    Pemilihan umum 1955 menghasilkan susunan anggota DPR dengan jumblah anggota sebanyak 250 orang dan dilantik pada 24 Maret 1956 oleh Presiden Soekarno. Acara pelantikan dan menteri-menteri Kabinet Burhanuddin Harahap. Dengan terbentuknya DPR yang baru, maka berakhirlah masa tugas DPR yang lama dan penunjukkan tim formatur dilakukan berdasarkan jumblah suara terbanyak di DPR.


    Pemilihan Umum 1955 selain memilih anggota DPR juga memilih anggota Dewan Konstituante. Pemilihan Umum anggota Dewan Konstituante dilaksanakan pada 15 Desember 1955. Dewan Konstituante bertugas untuk membuat Undang-Undang Dasar yang tetap, untuk menggantikan UUD Sementara 1950. Hal ini sesuai dengan ketetapan yang tercantum dalam pasal 134 UUD Sementara 1950 yang berbunyi "Konstituante bersama pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan Undang-Undang Sementara ini".

    Berdasarkan hasil pemilihan tanggal 15 Desember 1955 dan diumumkan pada 16 Juli 1956, perolehan suara partai-partai yang mengikuti pemilihan anggota Dewan Konstituante urutannya sama dengan pemilihan anggota legislatif, empat besar partainya adalah PNI, Masyumi, Nahdatul Ulama, dan PKI. Perolehan kursi sebagai berikut : 
  1. PNI mendapatkan 119 kursi.
  2. Masyumi mendapatkan 112 kursi.
  3. Nahdatul Ulama mendapatkan 91 kursi.
  4. PKI mendapatkan 80 kursi.
    Keanggotaan Dewan Konstituante terdiri dari anggota hasil pemilihan umum dan diangkat oleh pemerintah. Pemerintah mengangkat anggota Dewan Konstituante jika ada golongan penduduk minoritas yang turut dalam pemilihan umum tidak memperoleh jumblah kursi sejumblah yang ditetapkan dalam UUDS 1950. Jumblah kursi minimal adalah golongan Cina dengan 18 kursi, Eropa 12 kursi, dan Arab 6 kursi.

    Dalam sidang-sidang Dewan Konstituante yang berlangsung sejak tahun 1956 hingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tidak menghasilkan apa yang diamanatkan oleh UUDS 1950. Dewan Konstituante memang berhasil menyelesaikan bagian-bagian dari rancangan UUD, namun terkait dengan masalah dasar negara, Dewan Konstituante tidak berhasil menyelesaikan perbedaan yang mendasar diantara usulan dasar negara yang ada.

    Pembahasan mengenai dasar negara mengalami banyak kesulitan karena adanya konflik ideologis antar-partai. Dalam sidang Dewan Konstituante muncul 3 usulan dasar negara yang diusung oleh partai-partai, yaitu :
  1. Dasar negara Pancasila diusung oleh PNI, PKRI, Permai, Parkindo, dan Baperki.
  2. Dasar negara Islam diusung oleh Masyumi, NU, dan PSII.
  3. Dasar negara Sosial Ekonomi diusung oleh Partai Murba dan Partai Buruh.
    Ketiga usulan dasar negara ini kemudian mengerucut menjadi 2 usulan, Pancasila dan Islam karena Sosial ekonomi tidak memperoleh dukungan suara yang mencukupi, hanya sembilan suara.

    Dalam upaya untuk menyelesaikan perbedaan pendapat terkait dengan masalah dasar negara, kelompok Islam mengusulkan kepada pendukung Pancasila tentang kemungkinan dimasukkannya nilai-nilai Islam ke dalam Pancasila, yaitu dimasukkannya Piagam Jakarta 22 Juni 1945 sebagai pembukaan UUD yang baru. Namun, usulan tersebut ditolak oleh para pendukung Pancasila. Semua upaya untuk mencapai kesepakatan diantara dua kubu menjadi kandas dan hubungan kedua kubu ini semakin tegang. Kondisi ini membuat Dewan Konstituante tidak berhasil menyelesaikan pekerjaannya hingga pertengahan 1958. Kondisi ini mendorong Presiden Soekarno dalam amanatnya di depan sidang Dewan Konstituante mengusulkan untuk kembali ke UUD 1945. Konstituante harus menerima UUD 1945 apa adanya, baik pembukaan maupun batang tubuhnya tanpa perubahan.

    Menyikapi usulan Presiden Soekarno, Dewan Konstituante mengadakan musyawarah dalam bentuk pemandangan umum. Dalam sidang-sidang pemandangan umum ini Dewan Konstituante pun tidak berhasil mencapai kuorum, yaitu 2/3 suara dari jumblah anggota yang hadir. 3 kali diadakan pemungutan suara tiga kali juga tidak mencapai kuorum, sehingga ketua sidang menetapkan tidak akan mengadakan pemungutan suara lagi dan disusul dengan masa reses (masa tidak bersidang). Ketika memasuki masa sidang berikutnya, beberapa fraksi tidak akan menghadiri sidang lagi. Kondisi inilah yang mendorong suasana politik dan psikologis masyarakat menjadi sangat genting dan peka.

    Kondisi ini mendorong KSAD, Jenderal Nasution selaku Penguasa Perang Pusat (Peperpu) dengan persetujuan Menteri Pertahanan sekaligus Perdana Menteri Ir. Djuand, melarang sementara semua kegiatan politik dan menunda semua sidang Dewan Konstituante.

    Presiden Soekarno mencoba mencari jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan mengadakan pembicaraan dengan tokoh-tokoh pemerintahan, anggota Dewan Nasional, Mahkamah Agung, dan pimpinan Angkatan Perang di Istana Bogor pada 4 Juli 1959. Hasil dari pembicaraan itu esok harinya, Minggu 1959, Presiden Soekarno menetapkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 di Istana Merdeka.


    Isi pokok dari Dekrit Presiden adalah 
  1. Membubarkan Dewan Konstituante.
  2. Menyatakan kembali berlakunya UUD 1945.
  3. Tidak berlakunya UUD Sementara 1950.
  4. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
  5. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
    Demikian penjelasan mengenai Pemilihan Umum 1955. Sekian dan terimakasih.

2 comments for "Pemilihan Umum tahun 1955 Kabinet Burhanuddin Harahap."

  1. Baru tahu kalau NU pada masa itu mendukung negara Islam. Kalau sekarang HTI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Untuk sekarang lebih kearah kepentingan golongan.

      Delete